Label

Selasa, 19 Januari 2016

Gerakan Perempuan Menghadapi Tantangan Globalisasi





Realitas yang terjadi, percampuran ideologi tentang perjuangan perempuan banyak yang berasumsi dan beranggapan bahwa dunia perempuan hanya selebar daun kelor. Nuansa patriarki ini yang  mempengaruhi pemikiran masyarakat ditambah dengan nada budaya (daerah) yang dianut bahwa ruang lingkup perempuan hanya dikasur, dapur dan sumur. Kasur menunjukan bahwa perempuan sebagai teman tidur suami, dapur menjadi kantor perempuan yang setiap harinya sibuk ditempat ini, sumur yang biasa berada dibelakang rumah. Sehingga ada unggkapan dalam bahasa jawa bahwa perempuan adalah “konco wangking” yang artinya teman dibelakang. Juga ungkapan dalam bahasa sunda “batur sakasur,sadapur,sasumur” ungkapan kedua ini menjelaskan bahwa perempuan mendapat predikat “Orang rumah”.
Seiring berjalannya waktu, predikat ini melekat bagai sebuah kebenaran yang harus diterima secara turun temurun. Mendapat predikat “orang rumah” menempatkan perempuan ada dibawah dominasi kaum laki-laki, dan menganggap perempuan lebih rendah dari laki-laki. Didukung munculnya stereotip bahwa perempuan emosional, lemah, dan sangat bergantung kepada laki-laki sehingga stereotip yang sangat mendikotomis ini menempatkan laki-laki lah yang superior, pemimpin, kuat dari segi fisik maupun psikologis.
Pemahaman ketidaksejajaran jender ini tertanam dalam pemikiran para orang tua yang selalu menomorsatukan anak laki-laki baik dari segi pendidikan, warisan dan kesempatan lainnya. Pemahaman jender ini sudah sangat tua, sama dengan umur kehidupan manusia sampai munculnya pemikiran baru. Perubahan paradigma sebenarnya telah dialami oleh sebagian kaum perempuan dengan berbagai tantangan, pemikiran baru ini muncul untuk menempatkan perempuan sebagai manusia yang punya hak sama dengan laki-laki.
Isu yang sangat penting bagi kemajuan perempuan saat ini adalah hambatan dan peluang untuk bebas berkiprah ke ranah publik tanpa melupakan ranah domestik. Misalnya kesempatan perempuan mengenyam pendidikan setinggi-tingginya sebab dalam pandangan islam , perempuanlah sebagai pendidik dan penanam utama syariat sedari dini kepada anggota keluargannya kelak. selanjutnya mencapai karier sejajar dengan laki-laki atau kesempatan menjadi pemimpin negara, Yukesti (2015).
Quraish shihab juga menambahkan bahwa dalam Al-Qur’an banyak menceritakan persamaan kedudukan perempuan dan laki-laki, tidak ada yang membedakan berdasarkan jenis kelamin, ras, suku serta warna kulit, kedudukan perempuan dan laki-laki adalah sama dan diminta untuk saling bekerja sama untuk mengisi kekurangan satu sama lain. Yang membedakan dalam islam adalah Ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Dimasyarakat barat, perempuan diperlakukan sebagai properti atau harta kepemilikan bagi majikan. Mirisnya perempuan juga dijadikan sebagai objek seksual, yang menyesakkan adalah kaum perempuan dipaksa menikah muda dengan laki-laki pilihan orang tuanya, dengan alasan agar garis keturunan dan kepemilikan harta tidak jatuh ketangan keluarga lain, tidak terlepas dari pengaruh kekuasaan feodalisme.
Perempuan dan Globalisasi.
Kata dasar globalisasi yaitu “global” artinya universal atau menyeluruh, “Globalisasi” proses masuknya keruang lingkup dunia. Istilah ini berhubungan dengan ketergantung antar manusia, adanya globalisasi ini memberi pengaruh yang signifikan bagi perkembangan ummat manusia khususnya perempuan.
Diera globalisasi, manusia berlomba-lomba melakukan pembaharuan dan pembangunan serta berusaha menciptakan hal-hal yang baru dengan memanfaatkan teknologi yang semakin canggih, melakukan kapitalisasi dan ekspansi utamanya dibidang industri, teknologi dan komunikasi. Sehingga nantinya kehidupan cenderung individualis dan materialistik, sebab dampak dari kapitalisme itu sendiri adalah hidup diukur dari materi.
Kesempatan kaum perempuan untuk menempati berbagai bidang pekerjaan saat ini bukanlah sesuatu yang datang begitu saja, tetapi merupakan gerakan atau perjuangan perempuan yang berani melawan berbagai kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri bahwa sejarah kemajuan perempuan bisa dilacak melalui berbagai aktivitas-aktivitasnya diseluruh penjuru negara.
Sejarah membuktikan bahwa dinamika perjuangan perempuan adalah gerakan global dalam rangka mengembalikan hak-hak perempuan yang sadar atau  tidak telah dirampas oleh budaya patriarki. Optimisme membangun kesetaraan dalam wadah gerakan yang terorganisir semakin hari semakin membesar hingga sekarang. Mau tidak mau dunia harus membuka mata bahwa gerakan perempuan ada disetiap belahan dunia dan memiliki kekuatan sendiri, Margiyani (1992).
Di indonesia, perjuangan kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-hak dan kebebasannya telah terbukti jauh sebelum Indonesia merdeka. Perempuan-perempuan indonesia seperti RA Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dhien dan masih banyak lagi, menjadi bukti yang pasti telah membangun gerbang pemberdayaan perempuan menjadi semakin masif. Kongres gerakan perempuan pada 22 Desember 1928 dicetuskan untuk menyadarkan kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya dan juga kepekaannya untuk andil dalam perjuangan bangsa.
Dua tahun terakhir ini menjadi puncak pergerakan perempuan di Indonesia. Gerakan perempuan telah mengambil kiprah pada dunia perpolitikan dengan kuoata 30%. Gerakan perempuan ini menuai hasil salah satunya disahkannya Undang-Undang KDRT yang merupakan usaha perlindungan terhadap kaum perempuan yang selama ini terjebak dalam kekerasan rumah tangga. Gerakan selanjutnya tentang pornoaksi dan kemiskinan, menjadi fokus kedepannya untuk mengawal moral bangsa agar tetap beradap dan menghargai perempuan. Semakin banyak gerakan yang diusung oleh kaum perempuan sedikit demi sedikit akan diakui oleh masyarakat bahwa perempuan mampu membawa perubahan dinegeri ini. Kesadaran gender dimasa ini telah meluas, pergerakan perempuan akan semakin menantang untuk meretas kondisi tak seimbang yang lahir dari budaya partiarki. Mengenai perjuangan itu, masih membutuhkan kerja keras dan jalan yang panjang. Proses revitalisasi dengan jargon kembali kepada Al-Qur’an dan Al Hadits menjadi alat yang ampuh untuk membangun kembali perempuan islam dari tidur panjangnya.
Selain mampu memberdayakan diri sendiri juga harus berbuat sesuatu untuk peningkatan kualitas hidup orang lain terkhususnya perempuan, juga berusaha dan gigih memperjuangkan nasib perempuan untuk mendapatkan hak suara diwilayah publik. Gerakan perempuan yang mulia ini harus mendapat dukungan besar dari pemerintah negara, untuk melakukan sebuah pembaharuan yakni menegaskan hukum-hukum HAM serta memberikan akses, sarana pra sarana untuk menimbah ilmu dan yang harus dipahami bagi kaum perempuan adalah pentingnya pendidikan yang merupakan hal yang sangat  penting untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

Kedudukan Perempuan dalam Islam.
Sesungguhnya perempuan dalam islam memiliki kedudukan yang tinggi serta berpengaruh besar dalam kehidupan setiap ummat muslim. Perempuan akan menjadi madrasah pertama dalam membangun generasi yang shalih dengan patuh kepada Al-Qur’an dan sunnah Nabi dengan demikian setiap ummat muslim akan terhindar dari kesesatan dalam segala hal. Islam menempatkan perempuan pada posisi yang amat mulia dengan memandang perempuan lewat kesadaran terhadap hakekatnya serta pemahaman terhadap konsekwensi dari spesial kodrat yang dianugrahkan Allah SWT kepadanya.
Dalam kehidupan perempuan mempunyai peranan penting , tidak ada alasan untuk merendahkan derajat kaum perempuan, karna semuanya bergantung kepada amalan dan hak dari usaha masing masing.
Hal ini dijelaskan pada QS. An-Nisa : 32
 “dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
John Naisbitt dan Patricia Aburdune dalam buku Megatrends 2000 yang diterbitkan pada tahun 1982 meramalkan bahwa Perempuan akan mengambil peran dalam berbagai lini kehidupan. Darleney May menambahkan mengenai keterlibatan perempuan dalam masyarakat adalah sebagai agen intelektual, sebagai agen keterampilan masyarakat, sebagai agen dibidang politik, sebagai agen dibidang militer, sebagai agen dibidang hukum dan dibidang ekonomi.
Tantangan Perempuan di Era Globalisasi
Perempuan telah terbukti memiliki keunggulan, namun terjunnya perempuan ke ranah publik tentu memiliki beberapa tantangan yakni Sindrom Cinderella Complex yang dikemukakan oleh Collete Dowling yaitu rasa takut yang mencekam, yang akhirnya membuat perempuan pesimis , tidak berani dan tidak mampu memanfaatkan potensi otak dan kreatifitasannya. Perempuan merasa takut menjadi terkenal, sukses dan menempati posisi penting takut tampil didepan banyak orang dan bersaing. Masih banyak yang merasa dan beranggapan bahwa perempuan hanya berperan diwilayah domestik saja, dengan alasan Agama, Budaya, dan lain sebagainya. Akibatnya, kaum perempuan mengambil keputusan untuk mengenyam pendidikan dan berkarir seadannya dan mengabaikan potensi besar yang dimilikinya.
Selanjutnya adalah dukungan dari keluarga, masyarakat, perusahaan dan pemerintah yang belum maksimal, anggapan bahwa perempuan hanya boleh menempati posisi tertentu saja menjadi hambatan bagi kaum perempuan terjun diranah publik. Meskipun pola fikir masyarakat sudah berkembang tetapi masih saja ditemui pola fikir yang belum maju.
Globalisai memberi pengaruh bergesernya nilai dalam kehidupan. Kekuasaan feodalisme terpatri dalam kehidupan masyarakat  yang diukur dari segi materi seperti uang, jabatan, kekuasaan, kepopuleran dan sebagainya. Situasi ini mejadikan perempuan banyak mengejar simbol-simbol ini sehingga terjebak untuk bekerja terus menerus dan kerja keras (menjadi sangat maskulin) sehingga cenderung meninggalkan feminitasnya. Dengan demikian, pelan tapi pasti perempuan akan digiring mencapai ambisi, menjadi semakin individual dan cenderung mengabaikan nilai kebersamaan.
Vandana Shiva, seorang aktivis dari india mengemukakan tawaran atas tantangan tersebut yakni mewujudkan adanya persamaan dan keragaman (equality in diversity). Konsep dimana perempuan tetap memerankan kualitas feminimnya dengan baik, mengaktualisasikan fitrah (cinta, pemeliharaan, pengasuhan) perempuan dimanapun ia berada (dunia publik). Apabila situasi dan kondisi mengharuskan perempuan berkiprah didunia publik (maskulin) maka diharapkan aktualisasi kualitas feminimnya dapat memberi warna tersendiri bahwa kebersamaan, saling peduli dan memelihara kesatuan, dapat memberikan kepuasan hakiki.
Perempuan harus menentukan skala prioritas dalam kehidupan. Perempuan yang belum berkeluarga masih bebas memilih preoritasnya untuk mengekspresikan serta meraih angan dan cita-citanya. Mengerahkan semua potensi, kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi untuk meraih sukses. Pada posisi ini, perempuan memiliki posisi tawar yang besar untuk menentukan semua agenda. Oleh sebab itu, kaum perempuan diharapkan dapat memanfaatkan masa emas ini untuk mengeksplore dirinya seluas-luasnya. Menjawab semua tantangan dan melakukan kerja yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, masyarakat bahkan negara.
Yang paling penting adalah membentengi diri dengan nilai mulia yang bernuansa religi dan tradisi hidup masyarakat indonesia. Patut disyukuri, kita dibesarkan disuatu negara yang mengangungkan nilai kesopanan, kejujuran dan kebersamaan dalam agama, dan tradisi yang kita anut. Nilai ini tidak boleh hilang, harus tetap dijaga dan dikembangkan agar dapat menjadi benteng ditengah melunturnya nilai di era globalisasi.
diera globalisasi, indonesia membutuhkan tangan lembutnya dan suara lantangnya untuk memperbaiki tatanan dinegeri ini, membawa perubahan dalam semua aspek kehidupan. Perempuan sebagai elemen penting dan menentukan harus mengambil andil diera ini, tanpa meninggalkan sisi feminisnya. Dengan tidak terlalu banyak teori dan terlalu banyak menyusun strategi yang tidak mamiliki aktualisasi, sebab negeri ini membutuhkan gerak dan langkah kakimu,sembari melihat dampak negatif dan positif hasil dari pada yang diharapkan. Semoga kaum perempuan muslim dapat menjawab tantangan globalisasi, menjadi contoh teladan, memberi manfaat bagi masyarakat sekitar.


1  Dosen di UIN Alauddin Makassar, Mata Kuliah Penulisan Kreatif. Bapak Haidir Fitra Siagian, S.sos., M.Si.
 Mahasiswa Jurusan Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Komunikasi.


Penulis : Salmia / 50500113 / Jur B
Post : Ashari Prawira Negara

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil di daerah surakarta, dan disini daerah tempat mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Jakarta Timur karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya 0853-1144-2258 atas nama Drs Tauchid SH.MSI beliaulah yang selama ini membantu perjalan karir saya menjadi PEGAWAI NEGERI SIPIL.alhamdulillah berkat bantuan bapak Drs Tauchid SH.MSI SK saya dan 2 teman saya sudah keluar, Wassalamu Alaikum Wr Wr

    BalasHapus