Label

Senin, 30 November 2015

Mappacci adat Bugis




Mappacci merupakan upacara adat bugis yang dilaksanakan pada saat satu malam sebelum akad nikah atau dalam istilah bugis disebut “Tudang Mpenni”. Pelaksanaan upacara ini menggunakan daun pacci(daun pacar). 

Mappacci dilakukan sebagai simbol kesucian, untuk mensucikan hati dan pikiran kedua mempelai agar keduanya siap untuk membuka lembaran baru bersama dalam bahtera rumah tangga di hari esok.
Pacci atau pacar adalah tanaman yang digunakan untuk mewarnai atau memberi ukiran di tangan mempelai wanita yang nantinya akan menjadi lambang dan harapan bahwa apabila warna yang di ukir ditangan mempelai wanita itu berwarna merah terang dan sukar hilang maka pernikahan nanti akan berlangsung dengan langgeng, menyatu antara keduanya, kekal bahagia seumur-umurnya, laksana merah ronanya warna merah “Pacci” tadi.
Malam mappacci ini merupakan malam yang penuh doa untuk mengiringi mempelai menyambut hari esok yang bahagia. Mappacci dilakukan dengan cara menaburkan daun pacci dikedua telapak tangan mempelai dan biasanya dilakukan oleh Sembilan pasangan atau dalam istilah bugis disebut “Duakkesera” yang terdiri dari Sembilan orang dari keluarga bapak termasuk bapak sendiri, dan Sembilan dari keluarga ibu termasuk ibu sendiri. Adapun kesembilan pasang dari pinisepuh, diharapkan dapat menitiskan atau mewariskan suri tauladan dan nasib baik bagi mempelai. Terkadang juga hanya ada tujuh pasang, tujuh pasang dari keluarga bapak dan tujuh pasang dari keluarga ibu.
Adapun alat yang digunakan dalam upacara ini yaitu bantal (Angkanguluang) sebagai symbol “Sipakatau” atau menghargai sebagaimana pengalas kepala saat tidur dan kepala adalah bagian yang mulia bagi manusia, dengan demikian kedua calon mempelai diharap bia menjaga harkat dan martabatnya dan saling menghormati satu sama lain.
Sarung 7 lembar (Lipa’ Pitullampa), merupakan symbol “Siri’ “ atau malu. Malu yang dimaksud disini yaitu diharapkan agar kedua mmpelai nantinya bisa saling menjaga rasa malunya dan senantiasa saling menjaga nama baik. 7 (tujuh) lembar diartikan sebagai banyaknya hari, dimana tanggung jawab dan kewajian antar suami istri harus terpenuhi setiap harinya, dan diharapkan pula agar keuanya melakukan hal yang berguna dan bermanfaat.
Pucuk daun pisang (Colli daung utti) layaknya tanaman pisang yang belum tua daunnya lalu tumbuh pucuk daungnya (Colli), dan melambangkan usaha yang tek pernah ada hentinya. Begitupula yang diharapkan untuk kedua mempelai nantinya, agar senantiasa terus berusaha untuk menggapai bahtera rumah tangga yang sakinah mawadah dan warohma.
Daun nagka (Daung panasa) dikaji dari katanya yang hamper sama dengan “Menasa”  yang berarti “Cita-cita” yang dikaitkan dengan istilah bugis “Mammenasa ri decengge” artinya “Bercita-cita akan kebajikan”. Sedangkan bunga nangka yang dalam bahasa bugis disebut “Lempu” yang artinya kejujuran dan dipercaya, dengan demikian diharapka agar kedua mempelai saling terbuka dalam segala hal dalam berumah tangga nantinya.
Beras (Berre’) yang diartikan agar calon mempelai nantinya bisa mandiri.
Lilin (Taibani/patti) yang disimbolkan sebagai terang benderang, yang diharapkan nantinya gar mempelai bisa menjadi penerang, penuntun, dan pencerah dalam kehidupan bermasyarakat.
Tempat pacci/Wadah yang terbuat dari logam (Capparu’ Bekkeng) dimana antar”Capparu” dan “Pacci” melambangkan penyatuan. Semoga kedua mempelai nantinya tetap menyatu, dan menikmati cinta dan kasih sayang yang telah disatukan oleh dua rumpun keluarga.


By : Jusni Ansar


Tidak ada komentar:

Posting Komentar