Mappacci merupakan upacara adat bugis yang dilaksanakan pada saat satu malam sebelum akad nikah atau dalam istilah bugis disebut “Tudang Mpenni”. Pelaksanaan upacara ini menggunakan daun pacci(daun pacar).
Mappacci
dilakukan
sebagai simbol kesucian, untuk mensucikan hati dan pikiran kedua mempelai agar
keduanya siap untuk membuka lembaran baru bersama dalam bahtera rumah tangga di
hari esok.
Pacci atau pacar adalah
tanaman yang digunakan untuk mewarnai atau memberi ukiran di tangan mempelai
wanita yang nantinya akan menjadi lambang dan harapan bahwa apabila warna yang
di ukir ditangan mempelai wanita itu berwarna merah terang dan sukar hilang
maka pernikahan nanti akan berlangsung dengan langgeng, menyatu antara
keduanya, kekal bahagia seumur-umurnya, laksana merah ronanya warna merah “Pacci”
tadi.
Malam mappacci ini merupakan malam yang penuh doa untuk mengiringi
mempelai menyambut hari esok yang bahagia. Mappacci
dilakukan dengan cara menaburkan daun pacci dikedua telapak tangan mempelai
dan biasanya dilakukan oleh Sembilan pasangan atau dalam istilah bugis disebut “Duakkesera” yang terdiri dari Sembilan
orang dari keluarga bapak termasuk bapak sendiri, dan Sembilan dari keluarga
ibu termasuk ibu sendiri. Adapun kesembilan pasang dari pinisepuh, diharapkan
dapat menitiskan atau mewariskan suri tauladan dan nasib baik bagi mempelai.
Terkadang juga hanya ada tujuh pasang, tujuh pasang dari keluarga bapak dan
tujuh pasang dari keluarga ibu.
Adapun alat yang digunakan dalam upacara
ini yaitu bantal (Angkanguluang) sebagai symbol “Sipakatau” atau menghargai sebagaimana pengalas kepala saat tidur
dan kepala adalah bagian yang mulia bagi manusia, dengan demikian kedua calon
mempelai diharap bia menjaga harkat dan martabatnya dan saling menghormati satu
sama lain.
Sarung 7 lembar (Lipa’ Pitullampa),
merupakan symbol “Siri’ “ atau malu.
Malu yang dimaksud disini yaitu diharapkan agar kedua mmpelai nantinya bisa
saling menjaga rasa malunya dan senantiasa saling menjaga nama baik. 7 (tujuh)
lembar diartikan sebagai banyaknya hari, dimana tanggung jawab dan kewajian
antar suami istri harus terpenuhi setiap harinya, dan diharapkan pula agar
keuanya melakukan hal yang berguna dan bermanfaat.
Pucuk daun pisang (Colli daung utti)
layaknya tanaman pisang yang belum tua daunnya lalu tumbuh pucuk daungnya
(Colli), dan melambangkan usaha yang tek pernah ada hentinya. Begitupula yang
diharapkan untuk kedua mempelai nantinya, agar senantiasa terus berusaha untuk
menggapai bahtera rumah tangga yang sakinah mawadah dan warohma.
Daun nagka (Daung panasa) dikaji dari
katanya yang hamper sama dengan “Menasa” yang berarti “Cita-cita” yang dikaitkan dengan
istilah bugis “Mammenasa ri decengge” artinya
“Bercita-cita akan kebajikan”. Sedangkan bunga nangka yang dalam bahasa bugis
disebut “Lempu” yang artinya
kejujuran dan dipercaya, dengan demikian diharapka agar kedua mempelai saling
terbuka dalam segala hal dalam berumah tangga nantinya.
Beras (Berre’) yang diartikan agar calon
mempelai nantinya bisa mandiri.
Lilin (Taibani/patti) yang disimbolkan
sebagai terang benderang, yang diharapkan nantinya gar mempelai bisa menjadi
penerang, penuntun, dan pencerah dalam kehidupan bermasyarakat.
Tempat pacci/Wadah yang terbuat dari
logam (Capparu’ Bekkeng) dimana antar”Capparu”
dan “Pacci” melambangkan
penyatuan. Semoga kedua mempelai nantinya tetap menyatu, dan menikmati cinta
dan kasih sayang yang telah disatukan oleh dua rumpun keluarga.
By : Jusni Ansar
Post: Lisa Indrawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar