Label

Kamis, 14 Januari 2016

Ketika Uang Membeli Kuasa



Ajang demokrasi politik di Indonesia, sebentar lagi akan dilaksakan. Pesta demokrasi yang hanya terjadi sekali dalam lima tahun itu, digunakan untuk memilih para calon-calon pemimpin daerah. Yang mempunyai kualitas dan pasion tersendiri.
Tidak mengherankan jika berbagai calon dari berbagai elit politik pun ikut ambil bagian dan berlomba-lomba mencalonkan diri.
Tentu saja, dengan berbagai cara mereka lakukan untuk meraih suaru dan dukungan dari rakyat. Tak terkecuali money politic atau politik uang.
Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan dengan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah suatu bentuk pelanggran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan oleh simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain; beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik empati masyarakat dan agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.
Pada dasar hukum dijelaskan pasal 73 ayat 3 uu. No. 3 tahun 1999 berbunyi:
“Barangsiapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut uu ini dengan pemberianan atau menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.”
Yaitu, siapapun dengan sengaja memberikan suap agar orang tersebut tidak menjalankan haknya dengan cara tertentu maka akan dipidakan dengan hukuman penjara paling lama tiga tahun. Dan pidana itu dikenakan juga kepada orang yang menerima suap.
Politik Uang dan Uang Rakyat
Politik dan uang mungkin merupakan dua hal yang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan. Untuk berpolitik orang membutuhkan uang dan dengan uang orang dapat berpolitik. Isitilah politk uang yang dalam bahasa inggris money politic mungkin istilah yang sudah sangat sering di dengar. Istilah ini merujuk pada penggunaan uang untuk mempengaruhi keputusan tertentu entah dalam pemilu ataupun dalam hal ini yang berhubungan dengan keputusan. Keputusan penting, dalam pengertian ini uang merupakan alat untuk mempengaruhi seseorang untuk menentukan keputusan. Tentu saja dengan kondisi ini, maka dapat dipastikan bahwa keputusan yang diambil tidak lagi berdasarkan baik tidaknya keputusan tersebut bagi orang lain tetapi keuntungan yang didapat dari keputusan tersebut.
Selain pengertian ini, istilah politik uang juga dapat dipakai untuk menunjuk pada pemanfaatan keputusan politik tertentu untuk mendapatkan uang. Artinya ialah kalangan tertentu yang memiliki akses pada keputusan politik dapat memanfaatkan keputusan tersebut untuk mendapatkan uang. Kondisi ini disebutkan oleh Adi Sasono sebagai “kapitalisme dalam tenda oksigen.” Penyebutan ini dijelaskan oleh Adi Sasono sebagai sebuah kondisi di mana pemerintah (penguasa) ikut ‘bermain’ dalam seluruh tindakan ekonomi masyarakat dengan melakukan sebuah system ekonomi tertutup dan protektif.
Menyangkut uang rakyat. Istilah uang rakyat mungkin hanya sebatas istilah yang tidak berarti bagi rakyat. Karena pada dasarnya rakyat tidak pernah menerima uang secara gampang. Tanyakan saja secara langsung pada mereka yang berjualan di pasar, tukang ojek, para sopir angkutan umum, dll. Apakah mereka pernah menerima pembagian uang rakyat? Jawabannya pasti tidak! Bagi rakyat yang tidak hidup dari gaji pemerintah atau pemberian pemerintah, uang hanya didapat dengan bekerja dan bekerja. Tidak ada jaminan sedikit pun bagi mereka untuk mendapat uang ketika mereka tidak bekerja. Uang bagi rakyat adalah hasil dari setiap titik keringat yang mereka keluarkan.
Di Indonesia istilah money politic, sering kali diidentikan menjelang pemilu. Seperti diketahui bahwa, Negara kita merupakan Negara demokrasi sebagai wujud dari kedaulatan rakyat. Karena di sinilah rakyat yang memiliki  peranan yang sangat penting. Demokrasi yang di anut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan pancasila, masih dalam tahapan perkembangan dan mengenal sifat-sifat serta ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan.
Wujud dari demokrasi di Indonesia salah satunya ialah ditandai dengan maraknya partai politik yang bermunculan dengan berlandaskan sebagai wadah bagi aspirasi rakyat. Dari waktu ke waktu sudah bukan hitungan jari lagi banyaknya partai politik, dari segala kalangan dan dari segala bidang, dan mungkin sudah tidak ada lagi warna yang tersisa karena dijadikan sebagai identitas partai politik.
Partai politik berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran seupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan.
Pada hakekatnya memang partai politik ini melandasi bahwa mereka merupakan wakil rakyat, namun bisa kita lihat di Indonesia saat ini semakin banyak partai politik berbuntu kebingungan pada masyarakat. Karena masyarakat akan bingung dalam menentukan wakil mereka dan tidak dapat dipungkiri bahwa kebanyakan para wakil tersenut pada kenyataanya tidak mementingkan kepentingan rakyat, tetapi mementingkan kepentingan politik.
Pemilihan umum (pemilu) atau pun pilkada merupakan wujud dari pesta demokrasi, dimana pada saat itu rakyat terlibat langsung dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.
Di mana para calon legislative dalam hal ini berasal dari beberapa kalangan, ada yang berasalal dari kalangan pengusaha, dan bahkan dari kalangan artis pun ada yang tidak tahu seberapa kapasitas mereka dalam mengetahui politik, sehingga hal tersebut patut dipertanyakan, apakah mereka yang menyalonkan diri sebagai wakil rakyat atau memang hanya ingin sebuah kursi jabatan atau bahkan hanya ingin mendapatkan pendapatan.
Untuk dapat sebuah kursi jabatan tentu saja para calon legislatif haruslah memiliki dukungan dan suara pada saat pemilu agar mereka bisa menduduki kursi legislative yang katanya bahwa meeka itu mengatasnamakan kepentingan rakyat. Namun, dalam hal ini, banyak cara yang dilakukan oleh para calon legislative tersebut, mulai dari kampanye ke jalan-jalan, memasang poster-poster foto mereka yang tujuannya agar masyarakat mengenal mereka. Selain itu, tidak sedikit dari mereka berkampanye dengan cara memberi janji kepada rakyat seperti akan dibangunnya rumah ibadah, akan membenarkan jalan yang rusak, yang pada intinya mereka mengumbar janji untuk mengambil hati rakyat agar rakyat memilih mereka.
Selain itu, hal yang paling parah ialah mereka melakukan money politik atau politik uang. Caranya ialah mereka memberikan sejumlah uang keoada rkyat agar rakyat memilih mereka, hal ini merupakan penyimpangan dari demokrasi. Tetapi tidak sedikit rakyat yang lebih pintar, memanfaatkan mereka yaitu dengan cara mereka tetap mengambil uang yang para calon legislatif berikan tetapi masyarakat tidak memilih mereka. Sungguh inilah yang merusak esensi dari demokrasi.
Menurut saya: money politic ini, merupakan awa dari ketidakjujuran suatu pemerintahan, di mana uang dianggap maha segalanya yang dapat membeli “suara” atau aspirasi rakyat. Selain itu, hal ini juga mendidik bahwa untuk menetapkan atau memilih seorang pemimpin rakyat cukup diberi uang. Tentu, uang yang nominalnya tak seberapa ini, tak cukup digunakan hingga akhir masa jabatan sang pemimpin selama lima periode. Untuk itu, sebagai orang yang tentunya ingin Negara kita bersih dari KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme). Setidaknya kita belajar dari hal terkecil, semisal money politic. Tak seharusnya, suara kita dengan mudah dibeli oleh orang yang ingin berkuasa dan merasakan empuknya kursi jabatan.

Penulis : Rini Kusuma Wardani/Jur A
Post : Nurrahmah SF

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya 0853-1144-2258 atas nama Drs Tauchid SH.MSI beliaulah yang selama ini membantu perjalan karir saya menjadi PEGAWAI NEGERI SIPIL. alhamdulillah berkat bantuan bapak Drs Tauchid SH.MSI SK saya dan 2 teman saya sudah keluar, Wassalamu Alaikum Wr Wr

    BalasHapus